Ilusi Tubuh Perenang

Rianto Astono
4 min readJun 12, 2021

Nassim Nicholas Taleb, esais, ahli statistik, analis, penulis buku buku fenomenal The Black Swan, mungkin sama seperti jutaan orang lainnya. Suatu ketika ia pernah menginginkan tubuh yang bagus dan atletis.

Nassim Taleb

Tapi tubuh seperti apa?

Pelari terlihat kurus dan menyedihkan. Binaragawan terlihat lebar dan tolol. Pesepeda, aww sakit selangkangan.

Di antara sekian banyak bentuk dan postur tubuh yang dapat dijadikan panutan, tubuh perenang adalah salah satu yang paling ideal. Yang tegap, yang langsing, yang mulus bersih, yang berlekuk indah, yang sekel, yang ototnya terlihat sangat menarik.

Siapa yang tak menginginkan untuk memiliki tubuh seorang perenang?

Taleb kemudian memutuskan untuk mulai berenang dengan keras dan disiplin 2x seminggu. Tapi tak perlu lama baginya untuk menyadari bahwa ia telah terjebak dalam sebuah ilusi.

Ilusi Tubuh Perenang — Sebuah Sesat Logika

Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Itu kata pepatah. Maka jangan heran jika kita terkadang iri dengan orang lain, kepingin jadi seperti orang lain namun lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki.

Di era digital dimana hampir segala hal dipertontonkan dan dipamerkan di sosial media, kondisi ini semakin bertambah parah.

Saat kita termotivasi untuk menjadi orang lain tanpa mempertimbangkan apa yang kita punya, berharap pada keajaiban yang tak masuk akal, bekerja keras pada hal yang salah, maka kita hanya akan terjebak dalam sebuah ilusi.

Ilusi tubuh perenang, sebuah sesat logika yang dijabarkan pertama kali oleh Nassim Taleb, dan diceritakan dengan sangat baik dalam buku The Art of Thinking Clearly oleh Rolf Dobelli dapat menjelaskan fenomena ini.

Bahwa seorang perenang profesional tidak mendapatkan tubuh yang sempurna karena rajin berlatih renang, tetapi sebaliknya, justru karena ia memiliki tubuh yang sempurna maka ia dapat menjadi perenang professional. Tubuh itu membantunya menjadi perenang yang baik.

Bentuk tubuh adalah faktor seleksi, bukan hasil kegiatan yang dilakukan.

Pada iklan dan media mainstream yang setiap hari mencekoki kita, hal serupa pun terjadi. Sebuah produk kecantikan akan menampilkan model yang cantik dan sempurna. Tetapi bukan kosmetik itu yang membuatnya cantik, justru karena sudah cantik dari awal maka mereka menjadi model kosmetik.

Dengan serangkaian polesan teknologi dan dengan hanya menampilkan yang bagus, itu akan membuatnya sempurna.

Harvard dan sekolah-sekolah elite memiliki reputasi menghasilkan lulusan yang pintar dan sukses. Bukan karena sistem pendidikan yang mereka miliki, tetapi karena hanya orang yang pintar dan bisa membayar mahal saja yang bisa masuk ke dalamnya.

Tentu saja latihan keras, perawatan intensif, sistem pendidikan akan meningkatkan kualitas hidup dan diri kita. Tapi berharap untuk memiliki tubuh seorang perenang, wajah seorang model atau reputasi seorang lulusan harvard, padahal kita tidak memiliki faktor bawaan yang diperlukan, itu sudah lain cerita.

Sebab jangan-jangan yang sedang kita kejar itu hanyalah sesuatu yang membuat kita hidup dalam ilusi.

Mendiang Michael Jackson terobsesi untuk menjadi versi terbaik dari dirinya tapi dengan sesuatu yang tidak dimilikinya, lihat saja bagaimana hasilnya. Padahal Will Smith bisa ganteng dan Beyonce sexy abis.

Sesungguhnya keinginan untuk menjadi lebih baik dengan cara membandingkan diri kita dengan orang lain, terobesesi dengan orang lain dan ingin seperti orang lain sehingga membuat kita tidak bahagia dengan diri kita sendiri dan terjebak dalam hidup penuh ilusi adalah hal yang paling menyedihkan.

Bagaimana pun,
Ayam kate tak akan menjadi ayam bangkok
Chiwawa tak pernah bisa menjadi herder.

Maka berhentilah menjadi orang lain yang sesungguhnya tidak benar-benar kamu inginkan. Berhentilah untuk jadi sempurna. Berhentilah terobsesi pada sebuah ilusi.

Klaim kembali kemerdekaan dirimu atas apa yang kamu pilih, kamu mau dan kamu inginkan. Kamu bukan siapa yang ada di dalam poster, majalah, iklan, televisi atau layar hapemu. Kamu bukan apa yang selalu didorong oleh motivator atau buku-buku motivasi palsu pujaanmu.

Dan tentu saja kamu bisa menjadi versi terbaik dari dirimu. Hanya saja jadilah realistis bahwa kamu tidak bisa menjadi siapa pun.

Teman terbaikmu adalah cermin, lihat dirimu disana. Apabila kamu masih bernafas dan sehat, maka bersyukurlah dengan keadaanmu itu. Kemudian jujurlah dengan apa yang kamu lihat. Itulah dirimu, seapa adanya dirimu.

Dan selalu ingat jika kompetitormu, sainganmu, musuhmu bukanlah orang lain melainkan adalah dirimu sendiri.

Maka mengenali dirimu sendiri adalah hal terpenting yang harus kamu lakukan.

Jangan habiskan waktu membandingkan dirimu dengan orang lain atau mengejar untuk menjadi orang lain yang bukan dirimu. Jika ingin menjadi versi terbaik dari dirimu, bandingkan dirimu sekarang dengan dirimu sendiri di masa lalu dan jadilah versi yang lebih baik di masa mendatang dari dirimu saat ini.

RA

Originally published at https://riantoastono.com.

--

--

Rianto Astono

an author, book obsessive, writing enthusiast, blogger. Internet marketer since 2004.